Recent Posts

Pancasila dan Islam: Sebuah Makna

Pancasila dan Islam: Sebuah Makna

Oleh: Muhammad Vikri, FISIP 2016, Ketua Forum Studi Islam FISIP UI Indonesia merupakan bangsa yang majemuk. Para pendiri bangsa ini telah menyadari akan hal itu dan telah menempatkannya sebagai sebuah kekayaaan, yang senantiasa untuk diakui, diterima, dan dihormati yang tecantum dalam semboyan Bhineka Tunggal Ika. 

Kisah Cinta Terbaik Sepanjang Masa

Kisah Cinta Terbaik Sepanjang Masa

Kanjeng Nabi Muhammad berduka. Selepas Abu Thalib wafat, istri tercinta beliau Sayyidatina Khadijah menyusul kepergian sang paman. Nabi begitu berduka, masa itu pun disebut dengan tahun kesedihan. Apa yang membuat Nabi begitu berduka kehilangan sosok Khadijah –wanita yang disebut sebagai istri Nabi yang paling sempurna? 

Raih Ridho Illahi di Hari Fitri

Raih Ridho Illahi di Hari Fitri

image: shutterstock
image: shutterstock

Oleh Nina Indriyanti R (Kadep Akpro FSI FISIP 29)

Allahhu Akbar Allahhu Akbar Allahhu Akbar…

LaaillahaillAllahhu Allahhu Akbar…..

Allahhu Akbar Wa Lillah Ilham….

Tak terasa kita dianugerahi hidup sampe saat ini. Selain itu kita ramadhan yang dirindui dan diagungkan sudah pulang. Pertanyaannya sudahkan kita semua  menuntaskan penghujung bulan yang penuh berkah, bulan Ramadhan ini dengan amalan terbaik dan terindah kita?. Izinkan mengulas kembali dimana bagi umat muslim bulan ini adalah bulan dimana banyak pintu ampunan terbuka. Apalagi momen-momen anugerah dan hadiah yang dijanjikan Allah yakni Rahmat di awal, ampunan di pertengahan dan terbebas dari api neraka di penghujung

menjadi sebuah momentum paling berharga, bagi mereka yang mendapat ridlo-Nya. Lalu sudahkah kita menjemput ridlo-Nya? Hhhhmm sebuah pertanyaan yang terbesit dalam pikiran ketika saya menulis ini. Terlepas dari semua itu, momen-momen lepas ramadhan ini menjadi sebuah kesempatan terakhir kita untuk menyempurnakan amalan ibadah sekaligus juga sebagai penentu apakah pertanyaan itu dapat terjawab. Hal ini diperjelas Imam Ibnu Taimiyyah yang mengatakan bahwa sesungguhnya yang menjadi tolak ukur (penentuan) adalah kesempurnaan di akhir amalan, bukan kekurangan di awalnya. So, apalagi yang kamu tunggu. Yuk kita sempurnakan momen ini dengan amalan-amalan terbaik. Jangan sampai momen ini tercederai dengan perbuatan dan amalan yang sia-sia. Saatnya malam ini kita bertakbir, bertahmid dan berzikir guna merayakan kemenangan dan menjemput kebahagiaan yang hakiki. Meski jiwa dan hati sebagian muslim masih menginginkan tetap bermesraan dengan ramadhan. Yuk kita bersama menyegerakan langkah dan tinjauan kita  untuk menjemput Ridho-Nya!

Menjemput Ridlo-Nya ternyata memiliki banyak variasi cara lhoh, apa aja tuh?

Ya, tentu saja meningkatkan amalan-amalan pribadi kita. Bisa dengan ber-Infaq, sedekah, sholat Sunnah, juga membaca dan memaknai Al-Quran karim. Tapi.. tapi.. tapi… masih banyak lagi caranya, salah satunya dengan bersilahturahim dengan sanak saudara. Tradisi orang Indonesia setiap tahunnya dengan mudik ke kampung halaman. Waaah, bahkan pemerintah kita memberikan perhatian khusus untuk menyambut pemudik di setiap perjalannnya. Baik perjalanan melalui jalur darat, laut, maupun udara. Tentu saja, momen mudik ini menjadi salah satu sarana kita memanfaatkan libur hari raya Idul Fitri untuk menjalin silahturahim dengan sanak keluarga nan jauh disana. Seorang anak mengunjungi rumah orang tuanya, seorang ibu yang bertemu dengan anaknya, seorang nenek bertemu dengan cucu-cucunya, dan masih banyak lagi. Seakan datangnya bulan Ramdhan menjadi paket komplit untuk kita dalam menjemput Ridhon-Nya dengan berbagai cara.

Ajang bersilahturahim bisa dengan saling mengunjungi satu sama lain. Kita tak bisa bersua bagaimana? Tentu saja dengan memanfaatkan fitur teknologi yang tersedia. Sarana telepon dan video call menjadi salah satu cara menyambung silahturahim jarak jauh. Nah, bersilahturahim ini biasanya ajang untuk saling maaf memaafkan satu sama lain. Bukan hanya sekedar saling bertanya kabar dan saling kunjung, tetapi lebih dari itu. Makna silahturahim sendiri ternyata dapat memperpanjang usia lhoh. Mengapa demikian? Dengan saling bersilahturahim, saling bertanya kabar dan maaf memaafkan dapat menggugurkan dosa kedua belah pihak yang saling bersilahturahim. Nah, ini diibaratkan Allah memberikan kesempatan hidup yang lebih lama untuk saling memberi maaf dan memaafkan kesalahan. Eiiits, bukan hanya kepada makhluk Allah loh melainkan juga untuk meminta ampunan kepada Allah SWT. Ingaaatt… Allah menyukai hambanya yang selalu meminta kepada-Nya. Paket lengkap bukan, dari datang hingga berakhirnya bulan penuh berkah ini banyak sarana yang tersedia untuk kita dalam menjemput Ridlo-Nya.

Dari Abu Hurairah, Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ سَرَّهُ أَنْ يُبْسَطَ لَهُ فِى رِزْقِهِ ، وَأَنْ يُنْسَأَ لَهُ فِى أَثَرِهِ ، فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ

“Siapa yang suka dilapangkan rizkinya dan dipanjangkan umurnya hendaklah dia menyambung silaturrahmi.” (HR. Bukhari no. 5985 dan Muslim no. 2557)

Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma berkata,

مَنِ اتَّقَى رَبَّهُ، وَوَصَلَ رَحِمَهُ، نُسّىءَ فِي أَجَلِه وَثَرَى مَالَهُ، وَأَحَبَّهُ أَهْلُهُ

“Siapa yang bertakwa kepada Rabb-nya dan menyambung silaturrahmi niscaya umurnya akan diperpanjang dan hartanya akan diperbanyak serta keluarganya akan mencintainya.” (Diriwayatkan oleh Bukhari dalam Adabul Mufrod no. 58, hasan)

Jadi sediiiih bulan penuh berkah ini segera berakhir, hiks hiks hiks

Btw anyway busway, saya juga mau kasih sedikit tips nih untuk para akhwat dan ikhwan fillah saat bersilahturahim ke tetangga maupun sanak saudara. Apalagi saat diajak saling bersalaman dengan yang bukan muhrimnya. Nah, untuk menghindari perseteruan akibat tak mau diajak salaman karena bukan muhrim. Kita bisa bilang kalau kita sedang ada wudhu, sehingga lawan bicara kita akan memahaminya. Terus, kita juga perlu selektif siapa saja yang dapat bersentuhan dengan kita atau yang bukan. Tentu saja dalam hal ini yang masih memiliki hubungan darah dengan kita, boleh kita salami. Nah, bisanya dilema datang ketika harus bersalaman dengan orang yang lebih tua. Menurut pendapat beberapa ulama, boleh kita menyalami orang tua asalkan dengan niat untuk menjaga perasaan dan sebagai bentuk saling menghormati satu sama lain.

Kemudian di akhir tulisan ini, saya sebagai perwakilan dari anggota FSI FISIP UI 29 mengucapkan minal aidzin wal faiidzin, mohon maaf lahir dan batin. Semoga amalan-amalan kita senantiasa diterima oleh-Nya, semoga kita menjadi hamba Allah yang mendapat Ridlo-Nya. Terakhir, semoga kita adalah orang yang sedih ketika bulan penuh berkah ini berakhir, bukan malah sebaliknya.

Referensi

Sumber : https://rumaysho.com/1920-saling-berkunjung-di-hari-raya.html

Gaze Upon the Dawn

Gaze Upon the Dawn

Oleh: Grandy Dorojatun Wahyu Maestro Staff TKK FSI FISIP UI 29   The face of Ramadhan that we are gazing now soon will be gone, again. Every second that we feel in this month, there are something new to learn about something great. What we 

Bangunlah! Kita Sudah Memasuki Injury Time!

Oleh : Prasetyo Aji Laksono Ketua Majelis Pertimbangan FSI FISIP UI 29   “Datang akan pergi. Lewat kan berlalu. Ada kan tiada. Bertemu akan berpisah. Awal kan berakhir. Terbit kan tenggelam. Pasang akan surut. Bertemu akan berpisah.” (Lirik ‘Sampai Jumpa’ by Endank Soekamti) Alhamdulillahi Robbil 

Ramadan dan Membentuk Kebiasaan: Dua Hal yang Tak Terpisahkan!

Oleh: Destya Galuh Ramadhani

(Wakil Ketua FSI FISIP UI 29)

Sedari dulu saya selalu kagum dengan orang-orang yang telah mencapai sesuatu yang istimewa dalam hidupnya. Orang yang setiap hari melakukan sholat subuh di masjid secara berjamaah, orang yang sudah menjadi hafidz 30 juz di usia mudanya, penulis yang sudah menghasilkan puluhan buku, dan segenap pencapaian luar biasa lainnya. Bagi saya merekalah orang-orang hebat, tidak semua orang bisa melakukannya. Kemudian saya berpikir, apa benar mereka melakukan itu semua begitu saja tanpa mengorbankan apapun? Tidak mungkin pencapaian tersebut dilalui tanpa proses yang lama,melawan diri sendiri, dan relamengorbankan masa mudanya.Nah, apalagi kalau bukan melalui metodepembiasaan?

Seorang peneliti dari Duke University pada tahun 2006 menemukan bahwa lebih dari 40% tindakan yang dilakukan orang setiap harinya bukanlah keputusan sungguhan, melainkan kebiasaan, loh! Wow!Jadi pembiasaan pada intinya adalah menjadikan suatu hal yang tadinya dilakukan secara sadar dan diupayakan menjadi otomatis dan tanpa upaya, melalui latihan dan pengulangan secara terus menerus.

Waktu yang diperlukan untuk menciptakan kebiasaan pun ternyata bervariasi, ada penelitian yang mengatakan perlu waktu 30 hari, 40 hari, bahkan 6 bulan untuk melatih suatu hal yang akan membentuk kebiasaan baru, semua itu tergantung tingkat kesulitan perilaku yang diinginkan. Semakin lama kita melaksanakannya, semakin kebiasaan itu berakar.

Al-Qur’an pun telah memuat firman Allah yang membukakan kepada kita kunci daripada pengajaran, yaitu pengulangan,

Dan demikianlah Kami menurunkan Al Quran dalam bahasa Arab, dan Kami telah menerangkan dengan berulang kali, di dalamnya sebahagian dari ancaman, agar mereka bertakwa atau (agar) Al Quran itu menimbulkan pengajaran bagi mereka(Q. S. Thaha: 113)

Islam tidak pernah menyuruh kita memikirkan perkara-perkara yang tidak berada dalam kendali kita. Islam mengajarkan agar kita fokus pada perkara yang berada dalam kendali kita.Nah, teman-teman sadar gak sih, melalui bulan ramadan ini, sudah sangat jelas bahwa Allah memotivasi kita untuk melatih kebiasaan-kebiasaan baik?

Melimpahnya pahala dan keberkahan di bulan yang suci ini, semestinya semakin mengetuk jiwa kita untuk berlomba-lomba dalam kebaikan secara terus-menerus. Bayangkan nikmatnya melakukan kebaikan-kebaikan secara otomatis. Bayangkan nikmatnya sholat di awal waktu dan berjamaah. Bayangkan nikmatnya meredam amarah dan rasa ego dalam diri. Bayangkan semakin seringnya kita tilawah dan men-taddaburi ayat-ayat Allah sehingga kita semakin mengenal-Nya. Itulah hasil daripada pembiasaan.

Lebih jauh lagi sob, ketika kita mulai merubah sebuah kebiasaan tertentu, akan ada efek domino yang mempengaruhi kebiasaan lainnya. Misalnya, karena kita merasa harus bangun pagi untuk sahur ataupun qiyamul lail, maka kitaharus mengatur pola tidur. Kita putuskan untuk tidur lebih awal dari biasanya dan ‘menolak’ untuk begadang karena takut kebablasan (kecuali yang masih ada UAS, hehe niatkan ibadah ya..)

Jangan sampai karena kita tidak menyengaja membentuk kebiasaan yang baik, hidup kita berbalik dikuasai oleh kebiasaanyang buruk seperti malas, enggan, lalai, futur, menyia-nyiakan kesempatan yang ada, dan lain-lain.

Allah tidak menilai seberapa banyak amalkok, namun seberapa rutin kita melakukannya meskipun hanya sedikit. Sebagai mana hadits nabi,“Amalan yang paling dicintai Allah adalah amalan yang rutin dilakukan meskipun sedikit.” (HR Bukhari dan Muslim)

Terakhir, yuk kita renungi juga nasihat Imam Syafi’i “Wahai saudaraku, kalian tidak akan dapat menguasai ilmu kecuali dengan 6 syarat yang akan saya sampaikan: dengan kecerdasan, bersemangat, kesungguhan, dengan memiliki bekal (investasi), bersama pembimbing, serta waktu yang lama!

Ramadan adalah bagaimana kita dilatih untuk menghilangkan kebiasaan buruk, bukan hanya untuk menundanya. Gunakanlah kesempatan ini untuk meningkatkan walaupun itu hanya langkah kecil.

Jadi, kebiasaan baik apa yang sedang maupun sudah kamu bentuk di ramadan kali ini?

Jangan Move On, Please!

Oleh: Noviyanti Wakil Ketua TKK FSI FISIP UI 29 Adalah Abdullah Dzul Bajadain. Sebuah nama pemberian Rasulullah dengan makna ‘yang memiliki dua potong kain’. Seorang sahabat Rasulullah dengan kisah keistiqomahannya. Kecintaan yang mendalam terhadapnya menggerakkan tangan mulia Rasulullah untuk menggali tanah makam untuk Abdullah seorang 

Kesempatan Langka Guna Menata Hati

oleh Fadhlan Aldhifan Staff TKK FSI FISIP UI 29 Bulan Ramadhan yang telah kita nanti selama sebelas bulan ke belakang, kini sudah melewati setengah perjalanannya. Disadari ataupun tidak, kita mulai memasuki fase-fase akhir daripada bulan yang penuh dengan keberkahan ini. Diantara begitu banyak keberkahan yang 

Interaksi kita dengan Al Quran

 

Farhan Abdul Majiid

Kepala Departemen Quran Center SALAM UI 21

 

شَهْرُ رَمَضَانَ ٱلَّذِىٓ أُنزِلَ فِيهِ ٱلْقُرْءَانُ هُدًۭى لِّلنَّاسِ وَبَيِّنَٰتٍۢ مِّنَ ٱلْهُدَىٰ وَٱلْفُرْقَانِۚ

Bulan Ramadhan merupakan bulan diturunkannya Al Quran. Pada bulan ini, diturunkan Al Quran dari Lauhul Mahfudz ke langit dunia. Pada bulan ini pula, turun permulaan Al Quran, surat Al ‘Alaq ayat 1-5. Di bulan ini, membaca Al Quran adalah satu yang sangat dianjurkan. Sampai-sampai, Imam Syafi’i, disebut-sebut mengkhatamkan hingga 60 kali dalam sebulan ini.

Mengingat betapa eratnya kaitan Al Quran dengan bulan Ramadhan, kita perlu mengevaluasi lagi, bagaiamana interaksi kita dengan Al Quran sejauh ini? Sudah sampai mana kita memahami Al Quran? Bagaimana pula pengamalan kita atas pemahaman itu?

Syaikh Al Utsaimin pernah menuliskan, bahwa tujuan dari diturunkannya Al Quran ialah (1) beribadah dengan membacanya, (2) menadabburi berbagai maknanya, dan (3) mengambil pelajaran darinya.

Pertama, dengan membaca Al Quran, kita mendapat nilai ibadah. Nabi Muhammad Saw. menyebut dalam sebuah haditsnya, bahwa ganjaran pada tiap huruf yang kita baca dalam Al Quran ialah sepuluh kebaikan. Bagi mereka yang masih terbata-bata, diberi pula ganjaran dua kali, satu untuk bacaannya, satunya lagi untuk kesungguhannya belajar. Kita pun akan menjadi sebaik-baik manusia apabila mempelajari Al Quran dan mengajarkannya kembali kepada orang lain.

Betapa banyak keutamaan ibadah dari membaca Al Quran.

Kedua, Al Quran tidak cukup untuk sekadar dibaca, tapi harus kita pelajari isinya. Itulah mengapa disebut bahwa kita bertilawah Al Quran, maknanya ialah membaca, mempelajari, sekaligus berupaya untuk mengamalkannya. Itulah esensi dari tilawah. Kita juga perlu melakukan tadabbur Al Quran. Yakni, mencari hikmah dari tiap ayat Al Quran yang dibaca, untuk nanti diaplikasikan dalam kehidupan keseharian.

Itulah pentingnya kita menadabburi Al Quran

Ketiga, adalah mengambil pelajaran daripadanya. Ada perkataan menarik dari Prof. Quraish Shihab. Beliau pernah berkata bahwa, setiap kita membaca Al Quran, akan ada makna dan hikmah baru yang didapat. Maknanya, semakin kita sering membaca Al Quran, kita akan semakin banyak mendapatkan pelajaran dari dalamnya. Akan ada sisi-sisi hikmah yang Allah berikan kepada kita, jika semakin sering kita membacanya. Artinya pula, kita tidak boleh terburu-buru untuk memahami Al Quran, sebab Nabi pun melarang kita tergesa dalam membacanya, sehingga kehilangan esensi dari pelajaran Al Quran itu sendiri.

Ulama lain pun ada yang berkata, bahwa Al Quran itu ibarat intan yang tinggi nilainya. Dari berbagai sisi kita melihat, yang tampak hanyalah keindahan. Cahayanya mengesankan ketinggian. Tiap-tiap kita menengoknya, selalu terlihat sisi kemilau baru yang belum pernah dilihat sebelumnya.

Janganlah sampai, kita menjadi seperti umat terdahulu, yang diberikan kitabullah, namun justru hanya sekadar dibaca. Allah pernah menegur orang yang diberikan Taurat kepada mereka, tetapi tidak diamalkan perintahnya. Bahkan, mereka lawan perintah dalam Taurat itu. Al Quran menggambarkannya seperti keledai, yang memikul banyak buku, namun tidak paham satu pun isi dari buku yang dipikulnya.

Memahami Al Quran pun harus dengan cara yang benar. Tidak bisa hanya melihat teks dan meninggalkan konteks. Kita juga tidak bisa melepaskan berbagai perangkat ilmu dalam mempelajari Al Quran, seperti Bahasa Arab, asbabun nuzul, ushuluddin, tafsir, bayan, dan sebagainya. Sebab, mengambil kesimpulan hanya dari teks saja tidak akan mengarahkan pada petunjuk yang benar. Betapa banyak ayat Al Quran yang saling berkaitan, perlu dilihat juga bagaimana Nabi Muhammad dan para sahabat mengamalkannya, yang memerlukan kita untuk meninjau hadits dan atsar. Kita juga perlu untuk melihat berbagai penafsiran, dengan berbagai coraknya.

Kita pernah punya sejarah kelam dengan orang yang hanya membaca Al Quran dari sisi teks dan melepaskannya dari perangkat keilmuan lainnya. Konon, pembunuh Imam Ali bin Abi Thalib ialah seorang yang hapal Al Quran. Sayangnya, interaksinya dengan Al Quran hanya terbatas pada kerongkongannya saja. Tidak menjangkau akal dan hatinya. Akhirnya, dengan pemahaman yang salah itulah, dia mencari justifikasi untuk membunuh Imam Ali dengan ayat Al Quran.

Di zaman sekarang pun masih ada saja yang berpikiran sempit semacam itu. Mereka yang menggunakan ayat Al Quran hanya untuk kepentingannya saja. Ada yang menjadikan ayat Al Quran justifikasi untuk melakukan aksi teror. Ada juga yang memelintir pemahaman akan Al Quran untuk mengarahkan pada paham pluralisme agama. Ada juga yang menyitir ayat Al Quran hanya untuk kepentingan politik sesaat. Akhirnya, Al Quran tidak dijadikan oleh mereka sebagai petunjuk, melainkan hanya dalil untuk kepentingan perut mereka sendiri.

Kita tentu berlindung kepada Allah dari pemahaman yang menyimpang semacam itu.

Kini, kita memperingati Nuzulul Quran, yakni malam turunnya permulaan Al Quran. Kita tentu berharap, bahwa peringatan ini tidak sekadar seremonial belaka. Tapi benar-benar mendorong kita untuk semakin intens dalam berinteraksi dengan Al Quran. Dengan itulah, insya Allah, keberkahan Al Quran akan semakin terasa, tidak hanya bagi diri kita tetapi juga untuk sesama.

Wallahu a’lam

Berburu (waktu) yang Spesial!

Eka Primadestia, FISIP UI 2014 (Koordinator Akhwat Salam UI 21)   Siapa yang masih berpuasa sampai hari ini ? Bersyukurlah bila masih diberikan kesempatan untuk merasakan kenikmatan berpuasa di Ramadhan ini. Tapi apakah kita sudah berburu waktu-waktu spesial di bulan Ramadhan ini ? Hmm, waktu